Haji Mabrur dan Birrul Walidain

Menyimak khutbah Jum’at di masjid kampus STAI Persis Garut, 18 Dzulhijjah 1444 H terasa berbeda. Tidak seperti biasanya, telapak tangan berulang menyeka air mata. Tema yang sederhana tapi mampu menusuk kalbu merobek perasaan. Hubungan antara haji mabrur dan birrul walidain. Itulah tema yang disampikan Dr. Ridwan, M.Pd.I., dosen Prodi MPAI, Pascasarjana STAI Persis Garut, yang menjadi khatib di siang itu.

Inti materi yang mengguncang itu ditulis serta direka ulang walaupun hanya sebagian dan mungkin tak seindah saat dikhutbahkan. Bahwa, sabda Rasul, tidak ada balasan bagi haji mabrur, kecuali Surga. Tapi, tidak semua yang berhaji beroleh derajat mabrur. Banyak yang pulang dengan tangan hampa. Jika yang berhaji tidak semua berujung mabrur, bagaimana bagi mereka yang berkesempatan haji dan umroh pun belum? Akankah mendapatkan Surga via kemabruran?

Mabrur tidak hanya terkait dengan haji. Akar mabrur ada di dekat kita, sangat dekat. Akar mabrur adalah al-birr artinya derma atau kebaikan. Kata ini, jika disandarkan pada kata al-wālidain menjadi birrul-wālidain, artinya berbuat baik kepada kedua orang tua. Sabda Rasul, “Birrul-walidain adalah pintu Surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian.” (HR. Tirmidzi).

Menarik untuk ditelisik. Mengapa berbuat baik kepada kedua orang tua menggunakan kata al-birr, tidak dengan kata kebaikan yang lain? Rahasianya, karena kata al-birr seakar kata dengan al-barru dan al-barriyyah, yang berarti daratan dan padang pasir yang luas. Maksudnya, jika seorang anak akan membalas kebaikan kepada kedua orang tuanya, terutama ibunya, maka ibarat menapaki seluruh daratan yang ada di muka bumi. Tidak mungkin! Bahkan usianya akan habis sebelum bisa menjejaki seluruh daratan di muka bumi ini.

Satu hal saja yang tidak mungkin dibalas oleh seorang anak kepada ibunya. Saat melahirkan, seorang ibu akan mengeluarkan 350 ml darah. Selama 24 jam setelah itu, akumulasi darah yang keluar bisa mencapai 500-600 ml. Dapatkan seorang anak mengganti darah yang sudah tumpah tersebut? Tak hanya darah, sanggupkah seorang anak menyambungkan kembali saraf-saraf yang putus dan otot-otot yang cedera yang dialami ibunya karena melahirkannya? Untuk itu saja, tidak mungkin!

Sebelum semuanya terlambat, bagi siapapun yang kedua orang tua atau salah satunya masih ada, jejakilah tanah luas di bumi ini dengan berbuat baik kepada mereka berdua. Walaupun tidak mungkin terbalaskan, tapi dengan menaati mereka berdua dan menjaga atau memberikan hak-haknya, kesempatan untuk mendapatkan derajat yang tinggi di Surga menjadi terbuka. Bagi mereka yang keduanya sudah tiada, lanjutkan semua kebaikannya.

Allāhummagh-fir lanā waliwālidainā warhamhumā kamā rabbaunā shighārā.

– Daris Tamin –

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pos Terkait

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.

kembali ke Atas