Melewati tahun kesepuluh dalam “membersamai” warga Ma’had Tahfizh Al-Furqan Garut, dihadapkan pada amanah besar. Tahun lalu, lima belas anak yatim dihadirkan Allah menjadi warga Ma’had. Pertengahan 2023, jumlahnya naik mendekati empat puluh orang. Amanah besar yang harus dipikul KH. Azis Asmana, Lc., M.Ag., dan kawan-kawan.
Tak dapat disangkal, kematian salah seorang atau kedua orang tua memberikan dampak pada kejiwaan. Apalagi, bagi balita atau yang sedang beranjak remaja. Konon, rawan untuk perkembangan kepribadian. Meminjam istilah dari Hanna Djumhana Bastaman, anak yatim kehilangan pelindung dan tuna rasa aman primer, yaitu finansial, emosional, dan sosial.
Sebagian orang berpandangan bahwa anak yatim akan berhadapan dengan samudera kesengsaraan potensial. Terbentang citra yang kurang menguntungkan. Namun, itu hanya anggapan dari sebagian kalangan yang pesimistik menatap masa depan. Kehilangan ayah, ibu, atau keduanya memang akan berpotensi menimbulkan rasa tak aman, hampa, terpencil, dan terasing. Adakalanya sampai pada titik depresi.
Sebagian yang lain berpandangan sebaliknya. Lebih optimistik memandang masa depan. Kematian adalah hal yang natural. Sunnatullah. Setiap insan memang akan ditinggalkan dan meninggalkan. Ini hanya soal waktu. Anak-anak yang ditinggal meninggal oleh salah seorang atau kedua orang tuanya boleh jadi akan mencapai kematangan yang lebih cepat dan mantap. Lebih mandiri dan berdikari. Contohnya Nabi Muhammad. Seorang Nabi anak yatim-piatu yang gilang-gemilang mengubah wajah dunia dengan kedamaian Islam.
Kedua pandangan ini benar. Salah satu dari dua kemungkinan itu bisa terjadi. Faktanya banyak anak yatim kehilangan masa depan karena ditelantarkan. Tak ada yang peduli untuk mendamping, membimbing, dan mendidik mereka. Tak jarang sanak kerabatnya sendiri abai dan melalaikannya. Fakta sebaliknya, tak sedikit anak yatim yang membumbung sukses. Mereka adalah yang memperoleh kasih sayang, tempaan dan perhatian. Dididik dan dibimbing. Dinavigasi dalam mengarungi samudera kehidupan.
Menyantuni anak yatim bukan sebatas memenuhi kebutuhan finansial mereka. Menyantuni anak yatim adalah menyediakan lingkungan sosial dan kultur yang berperadaban. Menyantuni anak yatim adalah memberikan sentuhan psikologis dalam wahana edukatif. Menyantuni anak yatim adalah memfasilitasi pengalaman spiritual untuk menjadi manusia yang mengenal Allah, Nabi, dan syariat Islam.